Sleman, Mungkin sudah tidak asing di telinga kita saat mendengar kata-kata Jogja atau Daerah Istimewa Yogyakarta, bahkan ketika berkunjung ke Jogja belum pas kalau belum ke Malioboro, kata-kata itu mungkin sering sekali kita dengar. Hal itu tidak bisa kita pungkiri karena Yogyakarta memiliki destinasi wisata yang sangat banyak sekali, selain itu juga mempunyai peninggalan-peninggalan sejarah yang sangat banyak seperti Tugu, Malioboro, Monumen Serangan, Kraton, Tamansari dsb.
Akan tetapi apabila kita mendengar kata “Grobak Sapi”, apa yang ada di pikiran anda? Ya mungkin ada yang asing mendengar kata itu, bahkan tidak tahu apa dan seperti apa itu grobak sapi. Hal itu sungguh-sungguh terjadi, sepintas saat saya berada disalah satu kampus yang berada di Yogyakarta bertanya kepada salah satu teman saya. Bro apa kamu tau grobak sapi ? ia menjawab woh, opo kui ?. maklum karena daerah asal teman saya ini tidak ada grobak sapi dari dulu. Lalu sayapun menjelaskan apa itu sesungguhnya grobak sapi dan ia pun langsung merespon dengan baik saat sudah memahami dan menganguk-angukkan kepalanya tutur salah satu warga dari Yogyakarta.
Seperti halnya dalam kutipan sambutan Gusti Pembayun saat di bacakan oleh Dr. Farah Umayah staf ahli Kraton Yogyakarta dalam pengukuhan paguyupan grobak sapi Sleman timur “Makarti Roso Manunggal” bahwasanya sampai saai ini belum di ketahui apa itu arti makna filosofi dari Grobak Sapi. Akan tetapi MC dalam acara tersebut yaitu bapak Heri menyebutkan bahwa yang terkutip dalam kitab Rongo Warsito menyebutkan bahwa grobak itu berarti Inden, yang memiliki makna menunggu perputaran hidup. Karena dalam hidup kita ini seperti roda yang berputar, bagaimana kita menjalani hidup ini, dikala senang dan susah kita harus bagaimana. Karena perputaran hidup kita ini yang mengerakkan adalah Inden tersebut. Petikan singkat yang disampaikan bapak Heri.
Tetapi yang menarik dalam hal ini adalah kata-kata yang muncul dalam sambutan bapak Slamet, bahwa saat ini Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat sangat mendukung dilestarikannya kembali alat transportasi tradisional tersebut, karena sudah beberapa dekade alat transportasi tersebut hilang dimakan perubahan zaman. Bahkan beliau memaparkan bahwa saat ini Kraton mendukung di sahkan Grobak Sapi sebagai salah satu Icon yang dimiliki oleh Daerah Istimewa Yogyakarta. Jadi apabila kita menyebutkan grobak sapi itu identik dengan Yogyakarta. Mungkin hal ini perlu kita ketahui dan kita kabarkan kepada seluruh keluarga, kerabat, sanak saudara bahkan anak cucu kita kelak apa itu grobak sapi dan bagaimana bentuknya si grobak sapi tersebut.
Semoga kita dapat menyaring budaya-budaya yang masuk ke Negara kita ini, khususnya budaya asing yang masuk di kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta. Jangan sampai Yogyakarta yang Istimewa ini rusak oleh tangan-tangan kita sendiri penduduk asli Yogyakarta, karena banyak orang yang bukan asli Yogyakarta justru mencintai kota Pelajar ini dengan sepenuh hati dan mampu belajar kebudayaan yang telah kita miliki. Sebagai warga asli Yogyakarta hal yang paling penting saat ini jangan sampai kita meninggalkan budaya Sopan, Santun, Tata Krama serta Ungah-unguh sebagai mana yang dimiliki oleh orang Jawa dan sudah dikenal di seluruh Nusantara.

